Sumbarlivetv.com, Indonesia – 10 Cagar Biosfer Indonesia Yang Harus Kita Tahu. Keanekaragaman flora dan fauna, lautan yang membentang luas, hutan – hutan tropis yang tumbuh menghijau membuat Indonesia mendapat predikat sebagai negara Megabiodiversitas. Namun predikat tersebut dapat mampu untuk melestarikan lingkungan dan alamnya dari perusakan dan eksploitasi. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mencegah perusakan tersebut adalah dengan memasukkan wilayah – wilayah konservasi penting kedalam program Cagar Biosfer Reserves. Cagar biosfer merupakan suatu kawasan ekosistem yang keberadaannya diakui dunia internasional sebagai bagian dari program Man and Biosphere Badan Pendidikan dan Kebudayaan Periserikatan Bangsa – Bangsa ( United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, UNESCO ). Program ini ditujukan untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, dengan melibatkan peran serta masyarakat lokal berdasarkan ilmu pengetahuan. Sampai saat ini Indonesia telah memiliki tujuh Cagar Biosfer yang diakui oleh UNESCO dan juga disebut sebagi Taman Nasional, berikut adalah daftarnya.
Gunung leuser
Taman Nasional Gunung Leurser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 Ha, yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Propinsi Aceh dan Sumatera Utara. Propinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat Darat, Aceh Selatan, Aceh singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang, sedangkan Propinsi Sumatera Utara yang termasuk dalm wilayah TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat. Taman Nasional ini telah menjadi cagar Biosfer Gunung Leuser sendiri memiliki kawasan inti seluas 792.675 ha yang ditetapkan pada tahun 1980.
Pulau Siberut
Ditunjuk tahun 1981, Cagar Biosfer Siberut terdapat di Taman Nasional Siberut (Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat) dengan kawasan inti seluas 190.500 ha yang ditetapkan pada tahun 1993. Di pulau Siberut tercatat anatara lain 896 species tumbuhan berkayu, 31 species mamalia, dan 134 species burung.
Lore Lindu
Terletak di propinsi Sulawesi Tengah dan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Lokasinya terletak sekitar 60 Km selatan kota Palu. Lokasi ini ditunjuk sebagai cagar Biosfer pada tahun 1977 dan menjadi bagian dari Taman Nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah) dengan kawasan inti seluas 229.000 ha yang ditetapkan pada tahun 1993. Kawasan ini merupakan habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi seperti Anoa dan babirusa.
Pulau Komodo, labuan Bajo
Meski Taman Nasional Komodo baru diresmikan sebagi situs warisan dunia pada tahun 1991, wilayah kepulauan komodo telah ditunjuk sebagai wilayah Cagar Biosfer sejak tahun 1977. Cagar Biosfer Komodo (Nusa Tenggara Timur) dengan kawasan inti seluas 173.300 ha yang ditetapkan pada tahun 1990. Kepulauan ini dihuni oleh sekitar 5.700 kadal raksasa yang tampak seperti naga sehingga disebut sebagai Komodo Dragon.
Gunung Gede Pangrango (Cibodas)
Cagar Biosfer Cibodas ditetapkan pada tahun 1977. Saat ini, zona intinya adalah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 22.851 ha. Cagar Biosfer Cibodas terletak di Jawa Barat meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Wilayah ini menjadi habitat lindung dari satwa endemik seperti Elang Jawa dan Owa Jawa.
Tanjung Puting
Cagar Biosfer Tanjung Puting ditetapkan pada tahun 1977, dan kemudian di tahun 1982 zona intinya ditetapkan sebagai Taman Nasional Tanjung Puting. Cagar Biosfer ini terletak di Propinsi Kalimantan Tengah dan meliputi Kabupaten Kotawaringin. Kawasan ini merupakan kediaman orang utan, bahkan saat ini menjadi rehabilitasi orang utan terbesar di dunia. Beberapa diantaranya adalah Tanjung harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey.
Giam Siak Kecil – Bukit Batu
Wilayah Giam Siak Kecil – Bukit Batu ditetapkan sebagai Cagar Biosfer pada tahun 2009. Kawasan ini terbilang paling menarik karena memiliki zona inti berupa taman nasional, sehingga berbeda dari Cagar Biosfer lainnya yang umumnya memiliki zona inti berada di dalam Taman Nasional. Kawasan intinya terdiri dari Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (75.000 ha), Suaka Margasatwa Bukit Batu (24.800 ha), konsensi hutan produksi Sinar Mas (72.000 ha), serta eks HPH PT. Rimba Rokan Lestari. Total luas areal inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu sekitar 174 ribu ha, sedangkan luas keseluruhan cagar mencapai 705,271 ha. Lokasi ini digunakan sebagai tempat dua konservasi besar seperti Konservasi Liar Giam siak dan Konservasi Liar bukit Batu untuk dua fauna khas Sumatera seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera.
Taman laut Wakatobi
Cagar Biosfer yang satu ini adalah Cagar biosfer Laut yang dimilki Indonesia
Taman laut Wakatobi baru ditetapkan pada tahun 2012 yang lalu dengan Zona inti cagar ini adalah Kawasan Taman Nasional Wakatobi yang telah ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1996 dan memliki luas 1.390.000 ha. Kawasan ini terdiri dari 39 pulau, 3 kosong serta 5 atol, secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Gunung Bromo – Semeru
Untuk wilayah ini, siapa yang tidak mengenalnya. Jutaan wisatwan telah datang ke kawasan pegunungan terkenal ini. Meski sudah ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1982, statusnya sebagai Cagar Biosfer baru diresmikan pada tahun 2015 yang lalu.
Diwilayah ini terdapat 137 species burung, 22 species mamalia dan 4 species reptil yang dilindungi. Termasuk juga flora “abadi”, “Edelweiss Jawa”.
Taka Bonerate
Taman laut Taka Bonerate merupakan kawasan dengan atol terbesar ketiga di dunia. Luas total dari atol ini 220,000 ha dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km yang terletak di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.
Sedikit mengenal tentang Cagar Biosfer, secara pembagian wilayah cagar biofer terdiri dari 3 zona, yakni zona inti, zona penyangga dan zona transisi. Zona inti merupakan kawasan yang dilindungi untuk konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem. Dalam zona ini aktifitas yang diperbolehkan hanyalah penelitian yang tidak merusak dan kegiatan lain yang berdampak rendah pada lingkungan, seperti pendidikan.
Berikutnya adalah zona penyangga, yang merupakan area luar setelah zona inti. Zona ini pemanfaatannya tidak beragam dan lebih terbuka selama tidak terkait dengan aktifitas eksploitasi alam. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya pendidikan, rekreasi, ekowista dan penelitian.
Ricky