Bukittinggi, Sumbarlivetv.com – Terkait dugaan penahan Ijazah alumni SMK N 1 Bukittinggi, Muhammad Dinin selaku kepala sekolah akan dilaporkan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) PENJARA (Pemantau Kinerja Aparatur Negara) DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Sumatera Barat.
Peristiwa tersebut berawal dari dua orang alumni yang meminta ijazah kepada pihak SMK N 1 Bukittinggi pada tanggal 11 Oktober 2021, yang mana pihak sekolah tidak bisa memberikan dengan alasan siswa yang bersangkutan masih ada tunggakan uang komite yang belum dibayarkan. Ketika pihak sekolah menyatakan tidak bisa memberikan ijazah tersebut, siswa yang bersangkutan meminta foto copy ijazah saja yang akan digunakan sebagai syarat melamar pekerjaan disalah satu lembaga swasta, tapi pihak sekolah bersikukuh untuk tidak memberikannya.
Padahal jauh hari sebelum kejadian tersebut Muhammad Dinin pernah mengatakan kepada wartawan dan LSM bahwa tidak ada penahan Ijazah siswa yang sudah tamat di SMK N 1 Bukittinggi, dan beliau menegaskan bahwa tidak ada hubungannya pengambilan ijazah dengan uang komite dan sebagainya.
Pada kenyataanya pernyataan yang pernah disampaikan Muhammad Dinin justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi, dan nyatanya ada Ijazah siswa yang ditahan dengan alasan tunggakan uang komite. Dari kejadian tersebut Anasril sebagai salah satu unsur pimpinan di LSM PENJARA menyatakan bahwa tindakan pihak SMK N 1 Bukittinggi sangat bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan hal masalah ini akan dilaporkan secara resmi kepada Komnas HAM Republik dan pihak-pihak terkait.
Saat dimintai keterangan mengenai penahanan ijazah siswa di sekolah yang di pimpinya, Muhammad Dinin membantah jika sekolah telah melakukan penahanan terhadap ijazah siswa, Muhammad Dinin menambahkan kalaupun benar mungkin siswa yang bersangkutan tidak menemui pihak yang berwenang saat pengambilan ijazah.
Menanggapi hal tersebut advokat / praktisi hukum Syafri Yunaldi, SH menyebutkan bahwa kejadian ini sangat disayangkan sekali apalagi dalam kondisi Covid-19, dengan himpitan ekonomi yang luar biasa seharusnya sekolah memberi solusi yang baik dan membangun kepada siswanya.
Syafri menjelaskan bahwa mendapatkan ijazah merupakan hak konstitusional setiap siswa/i setelah menamatkan pendidikan dari satu sekolah agar dapat dipergunakan untuk melanjutkan pendidikan atau pekerjaan ditempat lain.
Mengenai penahan Ijazah, Syafri menyebutkan bahwa tindakan tersebut jelas melanggar hak azazi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azazi Manusia, dalam Pemerndikbud No. 75 Tahun 2020 Tentang Komite juga adalah larangan pungutan.
Dalam UU. No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yang mana sekolah tingkat SMA/SMK menjadi kewenangan pemerintah Provinsi. Kewenangan tersebut juga diperkuat oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 31/PUU-XIV/2016.
Syafri juga menjelaskan bahwa penahan Ijazah bisa saja berujung pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dikatakan bahwa : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memilki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Syafri berharap kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam hal ini Gubernur Sumatera Barat atau Dinas Pendidikan Provinsi harus bertindak tegas tehadap kepala sekolah tingkat SMA/SMK yang dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak-hak azazi para siswa/i yang telah menamatkan pendidikan.
~Sabar~