Masalah yang dialami Masyarakat Air Bangis dalam Berkebun di Daerah Patibubur

Sumbarlivetv.com – Apresiasi yang setinggi-tingginya kami sampaikan atas nama masyarakat Air Bangis kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat atas respon yang cepat dan tepat terhadap masalah yang dialami masyarakat Air Bangis dalam berkebun di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo dalam tanah ulayat nagari yang telah dilakukan penunjukan sebagai hutan produksi dengan membentuk tim penyelesaian masalah masyarakat Air Bangis yang berkebun dikawasan hutan (hutan produksi) di kenagarian Air Bangis. Permasalahan ini sudah timbul sejak belasan tahun yang lalu dan masyarakat telah berupaya untuk mengadu memohon penyelesaian agar aman dan nyaman dalam mencari penghidupan akan tetapi megalami jalan buntu, pada masa kepemimpinan bapak Mahyeldi Ansharullah bersama bapak Audy Joenaldi masyarakat mulai dapat berlapang dada karena masyarakat ditanggapi dengan baik dan cepat dengan menerbitkan atau pembentukan tim penyelesaian masyarakat yang berkebun tidak sah di hutan kawasan dengan surat keputusan Gubernur.

Sebelum memberikan sumbangsih pemikiran dalam rangka penyelesaian permasalahan tersebut, perkenankan kami menyampaikan hal-hal yang melatarbelakangi permasalahan, yaitu :

⦁ Bahwa masyarakat Air Bangis telah memanfaatkan lahan di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo untuk lahan perkebunan. Lahan yang berada di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo tersebut adalah lahan tempat nenek moyang masyarakat Air Bangis bersawah dan berladang (berkebun) sejak zaman Belanda dan Jepang. Pemerintah Belanda dan Jepang tidak pernah mempermasalahkannya sekalipun mereka bersawah dan berladang di hutan kawasan (Penunjukan Hutan Kawasan pada wilayah tersebut sudah ada sejak zaman Belanda)

⦁ Bahwa daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo ditinggalkan oleh masyarakat sejak lima puluh tahun terakhir karena berkembangan teknologi perikanan di Air bangis dan masyarakat Air Bangis sejak itu pada umumnya bermatapencaharian sebagai nelayan.

⦁ Bahwa sekira tahun delapan puluhan perusahaan perkebuan besar seperti PT. Bintara Tani Nusantara (PT. BTN) dan PT. Bakri Plantation membuka perkebunan di daerah Air Bangis, setelah itu pula masyarakat dari daerah Panti, Kinali, dan masyarakat dari daerah Utara (Sumatera Utara) membuka lahan di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo tanpa permisi kepada pemangku adat di Air Bangis, saat itulah masyarakat Air Bangis terbuka matanya untuk berkebun, bersamaan pula dengan musim tenggara (panceklik), untuk makan sehari-haripun susah dari hasil ke laut, terjadilah perebutan lahan antara masyarakat Air Bangis dan masyarakat yang bukan Air Bangis bahkan sampai terjadi perkelahian.

⦁ Bahwa karena khawatir perkelahian meluas, Walinagari waktu itu memberikan solusi dengan menganjurkan kepada Masyarakat Air Bangis yang memiliki dana cukup untuk mengganti rugi kebun masyarakat pendatang yang mau melepaskan kebunnya kepada masyarakat Air Bangis. Atas anjuran itulah ratusan masyarakat Air Bangis berbondong-bondong menggeluti usaha perkebunan khususnya perkebunan sawit dan membuat perkampungan baru di daerah tersebut sehingga terbentuk kejorongan Pigogah Patibubur dibawah kenagarian Air Bangis.

⦁ Bahwa dengan berkebunnya masyarakat di lahan di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo perekonomian masyarakat Air Bangis meningkat luar biasa bahkan masyarakat Air Bangis terbebas dari garis kemiskinan sehingga program pemerintah mengentaskan kemiskinan berhasil dengan baik.

⦁ Bahwa dalam dua tahun terakhir ini masyarakat Air Bangis digelisahkan oleh adanya pemanggilan ratusan orang masyarakat yang berkebun dalam rangka penyelidikan oleh POLRES Pasaman Barat dan POLDA Sumbar dengan dugaan berkebun di hutan kawasan sesuai ketentuan UU No 18 Tahun 2013, semua masyarakat takut luar biasa, bahkan ada dari masyarakat yang sudah berancang-ancang untuk meninggalkan kebunnya dan meninggalkan Air bangis, ini sangat tidak kondusif untuk kelanjutan pembangunan perekonomian masyarakat.

⦁ Bahwa masyarakat Air Bangis memohon penyelesaian terbaik yang menguntungkan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga masyarakat marasa aman dan nyaman dalam berusaha dengan pertimbangan sebagai berikut :

  • Bahwa lahan yang berada di daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo adalah lahan tempat nenek moyang masyarakat Air Bangis bersawah dan berladang (berkebun) sejak zaman Belanda dan Jepang dan ditinggalkan sejak lima puluh tahun terakhir.

  • Bahwa daerah Patibubur, Lubuk Buayo dan di daerah Tenggo secara administrasi pemerintahan sudah menjadi perkampungan dan telah dibentuk sebuah kejorongan yang diberi nama Kejorongan Pigogah Patibubur.

  • Bahwa masyarakat yang berkebun tersebut sangat banyak mungkin hampir seribu kepala keluarga yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarganya jika lahan itu diambil maka masyarakat akan kebali kegaris kemiskinan.

Bahwa perkebunan tersebut adalah sumber kehidupan masyarakat Air Bangis karena penghasilan di laut sudah sangat berkurang. Dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yakni Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” kemudian dalam Pasal 28A UUD 1945 dipertegas bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Terkait dengan pengelolaan sumber daya alam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merumuskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Ketentuan dalam konstitusi di atas menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan negara berkewajiban menyediakan sumber penghidupan yang layak bagi rakyatnya. ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsadipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong.

Landasan Filosifis dan cita-cita negara ini diharapkan mampu diakomodir melalui Undang Undang No. 11 Tahun 2020 yang dikenal dengan Undang undang Cipta Kerja Cipta Kerja. Pasal 28 Ayat (1)menyatakan pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,  pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sedangkan ayat (2) berbunyi: pemanfaatan hutan produksi  dilakukan dengan pemberian Perizinan.

Selanjutnya kami sampaikan sumbangsih kami dalam rangka penyelesaian permasalahan masyarakat yang berkebun di Hutan Produksi :
Pertama, bahwa perlu digarisbawahi landasan yang digunakan dalam memilih cara dan pola penyelesaian permasalahan masyarakat yang berkebun di dalam hutan kawasan :

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terkhusus peraturan yang berkaitan dibidang kehutanan;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih sedapat mungkin tidak merugikan masyarakat;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih tidak mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat setempat;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih tidak menimbulkan konflik horizontal dan konflik struktural ditengah masyarakat;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih tidak menggunakan upaya intimidasi kekuasaan dan aparat penegak hukum;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih tidak menghilangkan aspek sosial, budaya dan keutuhan masyarakat setempat;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih adalah musyawarah dengan melibatkan masyarakat atau perwakilannya secara langsung;

⦁ Cara dan pola penyelesaian yang dipilih tidak dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Kedua, bahwa berdasarkan landasan yang digunakan dalam memilih cara dan pola penyelesaian permasalahan masyarakat yang berkebun di dalam hutan kawasandi atas kiranya penyelesaian masalah masyarakat Air Bangis yang berkebun dihutan kawasan secara tidak sah diselesaikan dengan pola perhutanan sosial dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) sebagaimana diatur dalam Pasal 204, Pasal 220 sampai dengan pasal 225 (BAB VI Tentang Pengelolaan Hutan Sosial) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan; Pasal 41 dan pasal 42 (Paragraf 3 Tata Cara Penyelesaian Kegiatan Usaha Masyarakat yang Bertempat Tinggal di dalam dan/atau di Sekitar Kawasan Hutan) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administrasi Dibidang Kehutanan; Pasal 21 sampai dengan Pasal 31 (persetujuan hutan kemasyarakatan) Peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :

⦁ Gubernur membentuk Pokja (Kelompok Kerja) PPS (Pengelolaan Perhutanan Sosial) Sesuai ketentuan Pasal 9 Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial;

⦁ Pokja PPS melakukan sosialisasi dan membantu fasilitasi masyarakat mengurus pemohonan izin program Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berpedoman kepada Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

⦁ Masyarakat yang berkebun di Hutan Kawasan secara perorangan dan/atau membentuk kelompok/gabungan kelompok, dan/atau membentuk koperasi untuk mengurus persetujuan pengelolaan hutan kemasyarakatan.

⦁ Petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Departemen Kehutanan melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian persyaratan permohonan persetujuan HKm.

⦁ Tim verifikasi teknis yang ditugaskan oleh kepala UPT melakukan verifikasi teknis permohonan persetujuan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan.

⦁ Tim verifikasi teknis melaporkan hasil verifikasi teknis kepada kepala UPT, kemudian kepala UPT meneruskan hasilnya kepada Direktur Jenderal Departemen Kehutanan.

⦁ Direktur Jenderal Departemen Kehutanan menerbitkan persetujuan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan atau menolak permohonan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan.

Ketiga, kiranya dalam, diskusi-diskusi, dan rapat-rapat pembahasan penyelesaian permasalahan masyarakat Air Bangis yang berkebun di kawasan hutan kami sebagai kuasa dan perwakilan masyarakat dapat diikutsertakan.
Keempat, kiranya selama proses penyelesaian permasalahan ini sampai ada kepastian persetujuan atau tidak, masyarakat dapat mengolah dan mangambil hasil kebun dengan aman dan nyaman.
Demikianlah hal ini kami sampaikan mohon maaf jika ada salah dan janggal semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Tanggapan terhadap surat tersebut:

  1. Lahan yang terlanjur sudah dikelola oleh Masyarakat, tetap diizinkan kepada masyarakat untuk tetap terus mengelolanya, namun dilarang membuka lahan baru

  2. Pemerintah akan membentuk koperasi yang akan bersama-sama mengelola lahan tersebut bersama masyarakat .

  3. Tidak akan ada lagi penangkapan terhadap masyarakat petani oleh kepolisian selama beraktivitas perkebunan. gubernur telah koordinasi langsung dg menteri dan KaPolda.

  4. Lahan hutan negara tersebut dipastikan peruntukannya bagi masyarakat sampai habis usia tanaman.

Tim

Tinggalkan Balasan