Padang,Sumbarlivetv – Bulan puasa 1926 orang-orang dari kalangan “dunia hitam yang telah hijrah” kota Padang mendirikan Sarekat Djin. Mula-mula jumlah anggotanya 40 orang. Kemudian terus meluas. Organisasi ini dipimpin oleh Si Patai, seorang yang oleh Belanda disebut bandit namun oleh rakyat pribumi sering digambarkan sebagai penolong rakyat yang taat agama.
Oleh Belanda dikatakan Bandit legendaris yang namanya menempati klasemen papan atas dalam daftar polisi sejak awal abad 20.
Bandit itu Hijrah sehingga mendalami ilmu agama Arab dan Ilmu Jin Arabia. Merubah penampilan berjenggot, berpakaian putih dan celana cingkrang serta mempunyai ilmu kebal Syari’i dan Karomah yang tinggi.
Sarekat Djin melancarkan aksi-aksi sporadis. “Mereka banyak membunuh pejabat pemerintah Hindia Belanda,” kata Mestika Zed, guru besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Padang, kepada Historia.
Jauh sebelum peristiwa tersebut, pada 1908 Patai pernah melancarkan aksi melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang mengeluarkan peraturan belasting (pajak). Waktu itu gerombolan Si Patai membuat onar di Pauh. Beberapa pegawai pemerintah dibunuh. Namun ketika akan memasuki kota Padang, mereka berhasil dihalau tentara Belanda dekat Alai.
Belanda mengkategorikan Si Patai tidak sekadar penjahat biasa, tapi termasuk bandit Syari’i yang merongrong pemerintahan.
“Perang belasting hanyalah momentum yang dimanfaatkannya saja dalam upaya menggulingkan pemerintahan,” tulis Rusli Amran dalam Padang Riwayatmu Dulu.
Untuk meringkusnya, pemerintah kolonial mengandalkan dua orang Mantri Polisi Padang yang baru diangkat pada 1905, Bariun Sutan Batang Taris dan Abdullah Umar Marah Saleh Siregar. Suatu hari, Batang Taris mendapat laporan Si Patai dan Sampan sedang berada di lapau (kedai kopi) Ma Anjang di Air Pacah. Pukul 12 malam sebanyak 24 tentara bersenjata lengkap bergerak ke sana. Rombongan ditambah lagi dengan sejumlah pegawai setempat dan dari Alai. Semua berjumlah tidak kurang 35 orang.
Pukul 4 pagi lapau Ma Anjang dikepung rapat. Batang Taris berteriak menyeru tantangan. Bukannya gentar, Si Patai melompat keluar seraya menyerang Batang Taris dengan kelewangnya. Seorang serdadu Belanda yang coba-coba ikut campur, kena sabetan kelewang Patai.
Sejurus kemudian…door .Si Patai tersungkur. Mukanya kena peluru. Saat tergeletak di tanah, seorang tentara menembaknya dari jarak dekat. Sebutir peluru menembus dadanya, ternyata peluru itu telah dilumuri minyak babi. Si Patai tak berkutik. Dalam keadaan terluka parah, ia dipertontonkan kepada orang-orang. Beruntung di dalam penjara kesehatannya berlangsung pulih. “Tiga tahun lamanya dia mendekam di hotel prodeo,” tulis Rusli Amran.
Hawa berontak tak kunjung surut dari diri Si Patai. Lepas dari penjara, dia pun kembali jadi bandit. 1926-1927, Si Patai kembali tertangkap. Tapi kali ini dia menemui ajalnya. Patai dipenggal. Kepalanya diarak keliling kota Padang.
Hasjim Ning, saudagar terkemuka dari zaman Sukarno hingga Soeharto, mengaku melihat arak-arakan itu. Kata dia, hari itu kota Padang menjadi gempar. Tentara berseragam hijau bersama orang-orang bertelanjang dada berarak keliling kota dengan kelewang terhunus. Berteriak-sorak bagai orang mabuk.
Mereka bergerak maju mengelilingi salah seorang di antaranya. Orang yang dikelilingi itu mengacung-acungkan tombaknya. Di ujung tombak itu terpancang kepala si Patai. Di bagian lehernya yang terpenggal, kelihatan darah sudah menghitam. Matanya terbeliak. Mulutnya ternganga rambut si patai kusut pasai.
Si Patai seorang pemberani dari PAUH desa bagian utara Kota Padang. Si Patai adalah kepala pemberontak melawan Belanda. Ia telah banyak membunuh tentara dengan parangnya. Tentara akan gentar dan lari lintang pukang bila berhadapan dengannya,kenang Hasjim sebagaimana ditulis A.A. Navis dalam Pasang Surut Pengusaha Pejuang—Otobiografi Hasjim Ning.
Seiring arak-arakan tentara itu berlalu, Hasjim yang ketika itu masih remaja tanggung bergerombol bersama rakyat lainnya di tepi jalan. Orang-orang pun saling lempar cerita, bahwa Si Patai sebetulnya kebal. Dan peluru yang menembus tubuhnya telah dilumuri minyak babi.
Hingga ini hari, nama Si Patai masih hidup di kalangan rakyat Padang. Sastrawan A.A Navis pernah mengangkat lakon Si Patai dalam sebuah buku yang berjudul “Kabut Negeri Si Dali”.Dalam kisah dibuku itu,Navis “menyelamatkan” Si Patai ke Malaysia. Sekaligus “mempermalukan” Belanda, bahwa yang diarak itu sebetulnya kepala Ujang Patai, yang hanya seorang banci.
Sejarah yang tidak mungkin kita lupakan begitu saja .
(Ricky)
Baca juga : Alasan Kenapa Keris Orang Minang Didepan