No. : 108/SK-KontraS/III/2021
Perihal : Surat Terbuka: Mendesak dikenakannya Pasal 338 KUHP kepada Tersangka Penembakan terhadap Alm. Deki Susanto
Yth,
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat
Cq. Jaksa Heri Suroto dan Rio Purnama
(Jaksa yang Menangani Kasus Penembakan Deki Susanto) di tempat
Dengan hormat,
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara konsisten melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap kasus pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) yang diduga dilakukan anggota aparat Kepolisian Resor Solok Selatan terhadap Deki Susanto (selanjutnya disebut korban), yang terjadi pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2021 sekitar pukul 14.30 WIB di rumahnya di Kampung Palak Nagari Pasir Talang Selatan, Kec. Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Korban diduga ditembak langsung pada kepala bagian belakang, di hadapan istri dan anaknya.
Adapun informasi yang kami terima, sebagai berikut:
- Bahwa pada tanggal 27 Januari 2021, aparat kepolisian dari kesatuan Resor Solok Selatan datang dengan dua mobil mendatangi rumah korban dan mencari korban oleh karena masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus perjudian. Ketika itu, istri korban langsung menemui aparat kepolisian bersama beberapa orang dan saat itu Polisi tidak menggunakan seragam, tidak memperlihatkan surat tugas, dan tanda pengenal, serta terlihat membawa senjata api;
- Bahwa setelahnya para aparat kepolisian langsung masuk ke dalam rumah dan menggeledah seisi rumah guna mencari korban, kemudian korban ditemukan berada di area dapur, lalu Polisi langsung menyergap korban, karena korban merasa ketakutan ditodong dengan senjata api maka korban langsung melarikan diri dari pintu belakang;
- Bahwa sesaat baru lari keluar rumah, tiba-tiba korban ditembak dibagian kepala belakang oleh salah seorang Polisi, penembakan tersebut terjadi di hadapan istri dan anaknya. Setelah korban tergeletak tidak bernyawa, istri korban menjerit histeris dan tanpa alasan yang jelas Polisi menembakan senjata ke atas sebanyak sekitar 4 (empat) kali tembakan.
Dari informasi yang dihimpun, kami menemukan berbagai kejanggalan sebagai berikut:
- Bahwa tidak terdapat surat perintah penangkapan atau surat terkait upaya paksa kepolisian yang dilakukan kepada tersangka atau keluarganya. Selain itu, Polisi tidak memperlihatkan surat tugas dan tanda pengenal;
- Bahwa adanya justifikasi oleh pelaku penembakan senjata api yang mematikan tidak terpenuhi. Faktanya saat itu, korban dikepung oleh sekitar 10 (sepuluh) orang yang beberapa diantaranya membawa senjata api, sehingga sangat tidak logis korban melakukan penyerangan dan/atau perlawanan yang dapat mengancam nyawa petugas dalam kondisi yang demikian;
- Bahwa tembakan tersebut diarahkan langsung ke kepala korban. Sebuah posisi luka tembak yang langsung mengenai organ vital. Dari posisi luka tembak, kuat indikasi penembakan dilakukan memang dengan tujuan mematikan;
- Bahwa pasal yang kini disangkakan kepada pelaku penembakan adalah Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal mana mengatur mengenai penganiayaan yang berakibat matinya korban. Akan tetapi, kami menilai Pasal yang disangkakan tidak tepat apabila merujuk pada fakta-fakta yang tersedia bahwa penembakan tertuju langsung pada kepala korban dan dilakukan dalam jarak dekat, tentu telah membuat terang bahwa tindakan tersebut akan berakibat kematian. Lain halnya, jika tembakan diarahkan pada bagian tubuh korban yang lainnya yang bertujuan untuk melumpuhkan korban terlebih dahulu.
Terlepas dari fakta tersebut, penembakan yang dilakukan juga telah melanggar peraturan internal di Kepolisian, antara lain:
- Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak
Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Pasal 11 Ayat (1) “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia; g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment); j. menggunakan kekerasan atau senjata api yang berlebihan.”
Pasal 47 Ayat (1) “Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.”
- Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian
Pasal 3 “Prinsip-prinsip penggunaan kekuataan dalam tindakan kepolisian meliputi; a. legalitas;
b. nesesitas; c. proposionalitas; d. kewajiban umum; e. preventif; f. masuk akal (reasonable).Pasal 8 Ayat (2) “Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.”
Bahwa terkait dengan informasi kematian korban dan sejumlah aturan internal kepolisian yang telah dilanggar oleh para pelaku tersebut, kami menilai seharusnya pasal yang diterapkan kepada para tersangka adalah pasal tindak pidana pembunuhan, yang diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Apabila mengacu pada ketentuan dalam pasal tersebut serta uraian fakta kejadian, dapat disimpulkan bahwa para tersangka dapat disangkakan dan didakwa dengan pasal pembunuhan karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan oleh para tersangka tersebut telah memenuhi unsur dalam ketentuan tersebut.
Maka berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, kami mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat untuk memberikan petunjuk kepada penyidik tindak pidana ini dan mendakwa para pelaku dengan delik pembunuhan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP. Selain itu, kami mendesak untuk menghukum para pelaku dengan seberat-beratnya mengingat peran tersangka sebagai aparat negara yang seharusnya melindungi masyarakat. Selanjutnya, proses hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabel terhadap anggota Kepolisian yang melakukan penembakan terhadap korban. Tidak terkecuali, apabila perbuatan pelaku tersebut terjadi atas sepengetahuan dan dalam rangka menjalankan perintah atasan sebagai anggota Polisi, maka atasan Polisi juga harus bertanggung jawab secara komando sesuai dengan hukum yang berlaku.
Demikian surat desakan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami menyampaikan terima kasih.
Jakarta, 25 Maret 2021
Badan Pekerja KontraS
Arif Nur Fikri, S.H.
Wakil Koordinator Bidang Advokasi
Tembusan:
1. Jaksa Agung Republik Indonesia;
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
3. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat;
4. Ketua Kompolnas RI;
5. Ketua Komnas HAM;