Padang, Sumbarlivetv – Kekerasan seksual meningkat, Siapa Yang Bersalah? Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual adalah salah satu perkara yang cukup
banyak dibahas dalam masyarakat Indonesia dewasa ini, terutama di Sumatra Barat.
Bisa dilihat bagaimana Negara kita mengatasi masalah pelecehan, tidak jarang yang disalahkan justru si korban. Entah si korban dibilang “oh mungkin pakai bajunya nggak bener” atau”oh dia tidak
memakai jilbab mungkin, Masih banyak orang yang memilih untuk diam ketika dia mendapatkan
pelecehan baik itu di sosial media dimana korban memilih untuk menghapus komentar atau
mungkin di abaikan, ataupun secara fisik dimana korban merasa malu apabila melapor jadi
merasa lebih baik diam, atau sudah menceritakan kepada orang tua tapi mereka menganggap itu
sebuah aib dan lebih memilih memaksa menikahkan kedua belah pihak.
Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan untuk dirinya dan orangtua, karenanya ia kemudian
dipandang menjadi aib ketika mengalami pelecehan seksual.
Dewasa ini kasus kekerasan seksual seakan-akan menjadi santapan gurih bagi mereka
yang bermoral rendah. Kasus asusila makin hari makin marak terjadi, rusaknya moralitas si
pelaku membuat korban dan sebagian besar orang yang berada di lingkungan tersebut mengalami
trauma yang cukup mendalam.
Di antara kasus asusila yang mengehebohkan jagat akhir akhir ini
ialah kasus Pedofilia (kekerasan seksual pada anak) yang terjadi di kota Padang.
Pedofilia merupakan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang
telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 18 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu
kepentingan seksual terhadap pada anak prapuber (umumnya usia 16 tahun atau lebih muda,
walaupun pubertas dapat bervariasi).
Anak harus minimal dua belas tahun lebih muda dalam
kasus pedofilia remaja (12 tahun atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai Pedofilia.
Di kutip dari kumparan com, Kasus kekerasan seksual khususnya di provinsi Sumatra
barat dewasa ini cukup mengkhawatirkan tercatat sepanjang 2021 terdapat 63 kasus kekerasan
seksual, Salah satu kasus yang sedang hangatnya di bicarakan yaitu Kasus yang menimpa kakak
beradik di padang, pemerkosaan dialami oleh dua orang bocah warga Padang Selatan.
Dua kakak beradik ini diperkosa oleh 6 orang yang 4 diantaranya merupakan kakek, paman dan kakak
mereka. Tidak hanya dari anggota keluarga, dua orang lain yang merupakan tetangga juga ikut
campur tangan.
Kasus ini merupakan kasus Pedofilia yang di luar dugaan, sebab pelaku
merupakan keluarga, kerabat dan tetangga korban yang bersangkutan
Tindakan bejat tersebut mengakibatkan orang-orang yang harusnya dipercaya oleh
korban, orang-orang yang seharusnya melindungi dan memberikan kasih sayang pada korban ini,
justru merekalah yang menjadi ancaman yang menakutkan bagi korban. mereka mengalami
infeksi pada bagian kelamin.
Dan lebih Parahnya, masa depan mereka juga terenggut.
Pelaku kekerasan terhadap anak terbagi di empat lingkungan. Pertama di lingkungan
rumah, pelaku adalah ayah kandung atau ayah tiri, kakak, paman, tukang kebun, sopir jemputan
dan kerabat dekat keluarga. Di lingkungan sekolah, pelakunya adalah guru reguler, guru
spiritual, penjaga sekolah, pihak keamanan sekolah, tukang kebun sekolah dan pengelola
sekolah. Di lingkungan sosial pelaku biasanya adalah tetangga, pedagang keliling dan temansebaya. Ada juga di lingkungan panti atau boarding school dengan pelaku pegelola panti dan
pengasuh.
Jika kita mengacu pada hukum, begitu banyak Undang-Undang yang mengatur serta
melindungi hak-hak perempuan diantaranya :
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Dan masih ada beberapa pasal lagi yang menyatakan tentang perlindungan terhadap anak
dan perempuan. Apa yang menyebabkan maraknya pelanggaran terhadap anak dan perempuan?
Dimana letak moral dan hati nurani mereka?
Mengapa mereka laksana binatang yang tidak memiliki akal?
Apakah hukum yang demikian hanya sebatas formalitas? Sehingga banyak oknum yang
tidak menyesal bahkan jera akibat perbuatannya?.
Sebenarnya kita tidak meragukan akan
kedudukan hukum di negeri ini, sudah jelas hampir seluruh lini kehidupan di atur dalam
Undang-Undang konstitusi, bahkan agama pun demikian.
Lantas jika Negara sudah melindungi hak-hak setiap warga negaranya, mengapa kasus
yang berulang masih marak terjadi? apakah para penegak hukum tersebut lemah? Atau ada
sesuatu lain yang menyebabkan para pelaku merasa aman aman saja?
Selaku pengamat sosial kita turut prihatin terhadap kasus asusila yang kian hari kian
meningkat, semoga kasus-kasus yang kerap terjadi tidak terulang lagi di kemudian hari.
Sehingga tiada lagi terjadi trauma antara si korban dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
#Ovi Andaresta/mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang