Padang, Sumbarlivetv – Perkembangan E-commerce dalam Ekonomi. Di era globalisasi ini, penguasaan teknologi menjadi salah satu ciri dan indikator kemajuan bangsa. Negara dengan kemampuan teknologi tinggi (high tech) dikatakan negara maju, dan negara yang tidak dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi sering disebut negara gagal. Kemajuan IT secara tidak langsung mengubah cara berpikir masyarakat khususnya masyarakat Islam dalam menyikapi media online. Layanan online ini mendorong cara-cara baru dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup ini disebut elife. Artinya kebutuhan dunia ini telah dipengaruhi oleh kebutuhan elektronik dan kini dibanjiri berbagai huruf yang diawali dengan “e”. , E-commerce, elibrary, egoverment, emedicine, ebiodiversity, elaboratory, dan banyak lagi secara elektronik.
Internet memfasilitasi semua aspek kehidupan manusia, termasuk aspek keuangan. Salah satu kegiatan ekonomi, jual beli melalui media internet, dikenal dengan istilah e-commerce. E-commerce telah merevolusi cara penjual dan konsumen berdagang, dari pengiriman produk hingga pemasaran dan pemrosesan. Semuanya terjadi tanpa batasan waktu atau jarak, dan tanpa pertemuan pribadi. Khususnya website e-commerce yang saat ini banyak ditawarkan, tidak hanya website berbayar, banyak juga yang tidak premium (gratis), makanya para ekonom tidak berbisnis melalui media e-commerce.
Sejalan dengan era berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, banyak bermunculan jenis transaksi yang tidak dibahas dalam hukum Islam klasik. Ada banyak usaha manusia yang berhubungan dengan barang dan jasa. Dalam transaksi saja, ulama memasukkan jual beli Ina (transaksi dengan latar belakang pembayaran), jual beli kota (jual beli titipan), dan jual beli Arles Hadar (orang kota) Menyebutkan lebih dari jenis. Albadi (warga desa), khiyar, ushur dan tsamar (buah) jual beli, salam (pesanan), istishna (pesanan barang), rahn (hipotek), kafalah (jaminan), wakalah (perwakilan), syirkah (persatuan), Ijarah (Sewa), wadi’ah (barang titipan), dll.
Islam sebagai agama universal abadi yang sepenuhnya mengatur keyakinan, syariah, dan moral hadir sebagai pedoman bagi seluruh umat Islam untuk terlibat dalam e-commerce. Karena salah satu aspek terpenting dari hubungan adalah ekonomi.Ekonomi adalah fondasi untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan seseorang. Ekonomi Islam melihat kemakmuran dari perspektif yang lebih luas ketika kemakmuran didefinisikan sebagai validitas kebutuhan akan kepuasan pribadi dalam ekonomi tradisional. Kesejahteraan sosial dalam ekonomi Islam berawal dari konsep pemikiran sosial ekonomi yang digagas oleh Ghazalie. Imam Al-Ghazari, dalam bukunya Iḥyā` Ulūmal Dn, mengungkapkan bahwa kesejahteraan sosial tercapai ketika lima tujuan dasar manusia yaitu agama, jiwa, roh, harta dan keturunan tercapai.
Membaca tentang ekonomi digital seperti berjalan melalui gurun yang tak berujung tanpa akhir yang terlihat. Untuk menemukan koordinat Anda saat ini, Anda memerlukan peta jalan yang menunjukkan tujuan yang perlu Anda capai. E-commerce yang kini diharapkan menjadi penggerak utama ekonomi digital harus diperkuat dengan arahan yang jelas dari pemerintah dan otoritas terkait.
Budi Raharjo, salah satu pakar Internet Indonesia, menilai Indonesia memiliki potensi dan prospek yang menjanjikan bagi perkembangan e-commerce. Karena e-commerce merupakan mekanisme transaksi yang menggunakan jaringan komunikasi elektronik seperti internet, baik yang digunakan di negara maju maupun berkembang, aktivitasnya tidak lagi dibatasi oleh batas-batas geografis, mengurangi efisiensi dan kecepatan operasional, dapat ditingkatkan.
Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan transaksi e-commerce. Salah satunya adalah melihat jenis-jenis partisipan yang terlibat dalam transaksi e-commerce. Tiga kategori utama e-commerce adalah business-to-business (B2C), business-to-business (B2B), dan konsumen (C2C). Karena jumlah orang yang terlibat dalam aktivitas e-commerce dalam suatu transaksi meningkat, demikian pula jumlah kasus penipuan dalam transaksi tersebut. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan bahwa perlindungan konsumen dalam transaksi digital diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Keputusan Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Diumumkan. Adalah (PP-PSTE). Bab 7 Pasal 28 (1) UU Larangan menyatakan bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”.
Ketentuan hukum pidana yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut terdapat dalam Pasal 45 (2). Pelanggar dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Sepintas transaksi e-commerce adalah transaksi via salam, yaitu akad yang dilakukan tanpa menghadirkan barang yang dipesan. Menjelaskan apakah transaksi e-commerce identik dengan Bai’assalam. Hal ini karena halal atau haram dari sudut pandang Syariah.
Puti Erima/Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang