Sekolah Yang Beradab Di Kota Padang
Foto:Tugu Adabiah (Sekolah Yang Beradab Di Kota Padang)

Sumbarlivetv.com, Padang – Sekolah yang beradab di kota Padang. Meminjam kalimat sebuah buku yang berjudul Adabiah, Perintis Pendidikan di Sumatera Barat pada (Prof. DR. Gusti Asnan dkk, 2013) bagian pendahuluan menuliskan bahwa Minangkabau atau Sumatera Barat pernah mendapat julukan sebagai salah satu pusat industri otak di Indonesia. Peran sebagai pusat industri otak tersebut terlihat dari banyaknya warga daerah itu tampil di panggung sejarah karena “keenceran” otak mereka. Itu pula sebabnya daerah ini juga pernah disebut sebagai salah centre of excellence di Nusantara.

Sebut saja seperti Tan Malaka, Moehammad Hatta, Sutan Sjahrir, Hamka, Moehammad Yamin, Agoes Salim, Rahmah Elyyunusiyyah, Bgd. Aziz Chan, dan lainya yang jika dihitung lebih dari seratus yang merajai sejarah bangsa ini. Mereka semua adalah pejuang dedikasi, para pemikir, syuhada karena keilmuan dan keyakinannya. Orang minang dahulunya lebih dominan mengisi panggung sejarah Indonesia. Terlalu tinggi prosentase orang Minangkabau yang menjadi orang di republik ini (Gusti Asnan).

Salah satu potensi yang ikut mendukung peran orang Minang itu sehingga menjulang adalah bidang pendidikan baik melalui pendidikan barat, Islam, kolonial, nasional, tradisional, dan atau pendidikan yang diramu oleh mereka kemudian diterapkan didaerahnya masing-masing. Pada masa kolonial, disamping sekolah atau lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda, juga tumbuh subur sekolah berasaskan semanagat nasionalisme dan sekolah berasaskan agama Islam. Sehingga hampir semua sekolah melahirkan lulusan yang punya pemikiran baru, inovatif, dan membentuk karakter pemuda. Secara bertahap karakter itu akhirnya menghasilkan kesadaran akan pentingnya persatuan kebangsaan.

Pada tahun 1899 seorang ahli Belanda yang bernama Van Deventer mewarnai dunia pendidikan di negara jajahan dengan nama Politik Etis atau etische politiek. Politik ini hampir sama dengan balas budi Pemerintah Hindia Belanda terhadap pribumi yang telah banyak memberi keuntungan kepada Belanda sehingga menjadi bangsa yang besar. Akibatnya Pemerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan pengetahuan barat dengan bahasa Belanda dan pendidikan untuk golongan bumi putra. Bagi Belanda sendiri hal ini sangat membantu pelaksanaan sistem pemerintahannya, karena administrasi pemerintahan memang harus dikerjakan oleh tenaga terdidik, profesional dan tentunya bisa berbahasa Belanda.

Baca juga :  Panen Hadiah Simpedes, Bank BRI Padang Panjang Bagi Bagi Hadiah ke Nasabahnya

Namun kenyataan yang dialami diluar dugaan. Dengan dibukanya kesempatan untuk bersekolah maka keinginan setiap orang semakin tinggi. Pada tahun 1910 jumlah sekolah yang didirikan Pemerintah Belanda sebanyak 42 sekolah, dengan rata-rata penduduk pada setiap sekolah sebanyak 60.285 orang. Pada tahun 1911 ribuan orang mendaftar pada sekolah dasar, sedangkan Pemerintah Belanda hanya menyediakan 100 kursi.

Kondisi tersebut menjadi perhatian orang-orang Minangkabau yang terpelajar, sehingga bermunculanlah sekolah-sekolah yang tidak disubsidi pemerintah. Salah seorang diantara orang terpelajar itu adalah Haji Abdullah Ahmad (lahir 1878 dan wafat tanggal 2 November 1933). Pada tahun 1909 Abdullah Ahmad mendirikan Sekolah Adabiah, yang merupakan bagian dari Sjarikat Oesaha Adabiah. Sjarikat ini tahun 1915 mendirikan Hollands-Inlandsche Scholen Adabiah atau HIS-Adabiah. HIS-Adabiah terbuka untuk anak-anak pribumi dan menjadi inspirasi masa itu. Sekolah Adabiah inilah yang menjadi tempat mencetak guru-guru agama dan ulama muda Minangkabau. Sekolah Adabiah disamping memperkenalkan pelajaran barat tapi tidak meninggalkan pendidikan agama Islam.

Sepanjang perjalanannya, sekolah ini telah mengalami berbagai perubahan yang perlu dicatat sebagai bagian dari sejarah Sumatera Barat maupun sejarah dunia pendidikan di Indonesia.

Baca juga :  PPID Dharmasraya Terima Visitasi Komisi Informasi Sumbar

Pertama, kehadiran Adabiah School sejak awalnya cukup berani melakukan pola pengajaran baru yaitu memperkenalkan kepada siswanya pengetahuan umum, sehingga masa itu sekolah ini disebut juga sekolah agamis sekularis.

Kedua, pada tahu 1915 Adabiah yang sebelumnya dikelola secara pribadi akhirnya ditangani oleh sebuah yayasan sekaligus berganti menjadi Hollandsche Inlandsche School (HIS) setingkat dengan SD. Penggantian tingkatan ini sejalan pula dengan Politik Etis yang mendirikan HIS tahun 1914. Sampai pada tahun 1920an keinginan masyarakat begitu tinggi untuk sekolah di Adabiah School ini, sehingga menuntut pengurus  menambahnya menjadi HIS Adabiah I, II dan III.

Ketiga, pasca Indonesia Merdeka, yaitu pada tahun 1946 sampai 1949, atau lebih tepatnya pada masa agresi militer belanda pertama (1947) dan kedua (1948), Adabiah sebagai pendukung perjuangan republik memindahkan kegiatan sekolahnya ke Kayutanam, Padang Panjang dan Bukittinggi.

Keempat, pada tahun 1951 Adabiah mendirikan SMP dan SMA pada tahun 1958. Sampai pada pertengahan 1960 Adabiah memiliki enam sekolah dasar.

Kelima, pada tahun 1979, Adabiah pindah bangunan ke daerah Jati dari bangunan awal berdirinya di dekat pasar, yang dianggap tidak kondusif karena berdekatan dengan keramaian dan suasana pasar.

Nama Adabiah adalah cerminan pola laku dan pola pikir Haji Abdullah Ahmad dalam pendidikan Islam. Adabiah bagi Haji Abdullah Ahmad berarti berbudaya, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan dan akhlak. Sehingga Sekolah Adabiah adalah sekolah mempunyai ciri dan karakter khusus. Para siswanya diberi tuntunan ajaran agama Islam yaitu Al-qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw.

Baca juga :  Kalemdiklat Polri Resmikan Prasasti Bakti Lembaga Leadership Memorial Sespimma Polri Angkatan Ke-72 Tahun 2024

Menurut Awaloeddin Djamin, pengurus (2013) dan juga pernah bersekolah di Adabiah ini mengatakan bahwa Adabiah adalah pilar dalam pembinaan masyarakat dan bangsa khususnya di Kota Padang. Pilar itu adalah iman-budi pekerti yang luhur, ilmu pengetahuan yang tinggi, dan rasa nasionalisme kebangsaan yang kuat.

Begitu juga menurut Azwar Anas, bahwa penamaan Adabiah ini mencerminkan cita-cita pendiri yang ingin menciptakan masyarakat yang pandai bersyukur, mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang baik, berlaku sopan, jujur, ikhlas untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Berarti, kata Adabiah mengandung makna memajukan manusia yang mempunyai akhlak Islami dan menguasai pengetahuan, sehingga muncul kaum intelektual yang tinggi dan mempunyai ketaqwaan kepada Allah Saw.

Untuk memperingati bahwa di kawasan Pasar Raya Padang adalah tempat pernah berdirinya Sekolah Adabiah. Pada tahun 1987 dibangun sebuah tugu yang dinamakan Tugu Adabiah yang diresmikan tanggal 20 Mei 1987 oleh oleh Gubernur Sumatera Barat, Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman. Tugu ini dirancang dan dibangun oleh Drs. Amril M.Y. Datuak Garang bersama beberapa orang anggota yaitu Drs. Mizon Kahar, Amir Hamzah, Salahuddin, Drs. Asnam Rasyid, Nazar Ismail S.Sn., Drs. Herisman, Zarkani, Zaini Siri, Jamaidi, Ramrizal dan Isha Kawi. Tugu kemudian direnovasi dan diresmikan kembali tanggal 23 Agustus 2017.

Ricky/Marshalleh A

Tinggalkan Balasan