SumbarliveTV
Anak laki-laki menjadi tanggung jawab ayahnya sampai dia baligh, (bisa mencari nafkah sendiri) . Sementara anak perempuan menjadi tanggung jawab ayahnya sampai dia menikah dan ketika dia sudah menikah nafkahnya beralih sepenuhnya kepada suaminya. Akan tetapi jika dikemudian hari terjadi sesuatu hal pada si perempuan seperti suaminya meninggal atau bercerai, maka menurut syar’i kewajiban menafkahinya akan dikembalikan kepada ayahnya dan keluarganya yang laki-laki.
Sementara nafkah anak-anaknya sepenuhnya tetap menjadi tanggung jawab mantan suaminya (ayah dari anak-anaknya), dan jika anak-anak ikut ibunya dan masih dalam pengurusan (anak-anak atau bayi), ibunya masih tetap diberikan nafkah karena mengurusi anak-anaknya dan menyusui bayinya (bahkan penyusuannya ini dibayar). Jika mantan suaminya ini tidak mampu atau karena meninggal, maka nafkah anak-anak mereka menjadi tanggung jawab keluarga suaminya yang laki-laki (bapaknya, kakak / adik laki-laki, paman), sepenuhnya.
Di jaman ini, khususnya di Indonesia hukum ini agak diabaikan. Bisa jadi karena belum tahu atau bahkan tidak mau tahu, tapi yang jelas para wanita di sini sangat kuat, jangankan setelah ditinggal mati atau bercerai, bahkan ketika sang suam masih bersamanya kewajiban memberi nafkah kerap berada di pundak sang istri.
Ketahuilah wahai para laki-laki, ketika istrimu menafkahi anak-anakmu dengan cara yang haram dan mendidiknya dengan cara yang salah, di akhirat kamu tetap bertanggung jawab atas nafkah dan pendidikan anak-anakmu itu, bahkan atas nafkah haram dan pendidikan yang salah tersebut. Sungguh hal yang demikian itu akan menjadi hutang yang bertumpuk. Karena sesungguhnya jika seorang perempuan meninggalkan anak-anak dan menelantarkannya, maka tidak ada dosa baginya karena hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami dan keluarganya yang laki-laki.
Baca juga : Wanita Dalam Pandangan Agama Islam dan Adat Minangkabau
Saya sangat sering menjelaskan ini bahkan jauh sebelum semua terjadi atas diri saya, jadi tidak ada hubungannya dengan saya, murni karena banyaknya kejadian di sekitar saya. Naifnya lagi, ketika para lelaki itu menikahi janda yang beranak, justru dia sibuk mendidik dan menafkahi anak tirinya dan mengabaikan anak kandungnya yang menjadi tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Menjalankan sunnah dengan mengabaikan kewajiban, sama saja dengan mengerjakan sesuatu yang sia-sia.
Jangankan anak tiri yang bukan anak kandungmu, bahkan ketika wanita yang dinikahi itu hamil karenamu sebelum nikah, nafkahnya tetap bukan kewajibanmu. Dan bagi kalian para wanita meski tidak ada dosa bagimu membiarkan anak-anakmu. Tapi ketahuilah merawat, manafkahi, dan mendidik mereka agar mencintai Rabbnya dan berbakti pada ayahnya (seburuk apapun dia) adalah jihadmu.
Pahala berlimpah bagimu atas perjuangan dan keikhlasanmu, Insyaa Allah. Karena merawat, mendidik (apalagi di tengah rasa kekecewaan) sekaligus menafkahi mereka, bukanlah perkara yang mudah. Dan ketahuilah, hak-hakmu kelak akan dikembalikan kepadamu di akhirat.
Copas bu Siti Masyithoh Hambali
#Save ilmu